Kamis, 05 September 2013

Posted by Unknown On 05.53

Terdengar suara alarm berdering dari ponselku. Menarikku kembali menjalani dunia nyata yang menjemukan. Aku meraba meja belajar yang terletak di sisi ranjangku, berusaha menemukan ponsel dan mematikan alarm. “hoaaaamm, jam 5 ternyata” dengan cekatan aku menuju kamar mandi untuk berwudhu dan menunaikan ibadan sholat Subuh. Setiap pagi setelah aku beribadah aku selalu memandang keluar jendela, menghirup udara pagi dan senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Tuhan berikan padaku. Terima kasih Tuhan, kau masih memberiku kesempatan untuk menikmati sejuknya udara pagi ini. Menikmati setiap hembusan nafas yang ku hirup pagi ini. Aku Zakinsa Faranita, anak pertama dari dua bersaudara. Tinggal dari keluarga yang sederhana.adikku Salsabila Intan yang kini duduk dikelas 4 sekolah dasar disalah satu Sekolah Dasar yang favorit di kota kelahiran Ayahku ini. Lagu Maroon 5 Payphone mengalun dari speaker ponselku, ku ambil ponsel ku dan ku lihat nama yang tertera di layar ponsel “Dina” ku angkat telephone tersebut “halo..” “Kinsa, nanti jangan lupa dibawa buku catetanku ya!!”, “iyaa aku nggak lupa kok..” “oke sip! daaa”, “daaa” kututup telephone dari Dina. Begitulah rutinitasku saat ini. Semuanya menjadi rutinitan yang membosankan tanpa ada semangat untuk kuliah disalah satu Universitas yang terbaik di salah satu kota kelahiran ayahku ini.
“hoaaam jam berapa sih ini?” dengan mata setengah mengantuk ku ambil ponsel yang berada disisi ranjangku. kubuka slide ponsel dan tertera 08:45. Dilayar ponsel ku tercantum Dara, sahabatku sejak SMA. 

From : Dara
Kinsa, hari ini ada mata kuliah jam 10.00. Maaf aku gak bisa dateng, lagi gak enak badan nih. Tapi enggak pure gak enak badan sih, agak badmood kuliah. Absenin ya?

Apa-apaan Dara, masak suruh ngabsenin? Untung aja dia sahabatku kalau enggak aku gak akan pernah mau di suruh ngisi absensinya. Rutukku dalam hati.
Aku bergegas mandi dan bersiap-siap berangkat kuliah, perjalanan dari rumah menuju Kampus memakan waktu sekitar 20 menit jika jalanan tidak macet tapi saat sedang macet akan memakan waktu lebih dari 30 menit. Sesampainya di kampus tanpa sengaja aku bertemu Regan, kakak kelasku sewaktu SMA yang kini juga menjadi kakak tingkatu di kampus sekaligus menjadi cinta pertamaku. Sejak kelas X SMA aku mengagumi sosok Regan tapi tak pernah berani mengungkapkannya bahkan untuk sekedar menyapa pun aku tak berani “Hei kamu Kinsa kan?” Sapa Regan, membuat ritme jantungku tak keruan “Kok diem? Kamu Kinsa kan? Adek kelasku waktu SMA?” ucap Regan membuyarkan imajinasiku “Eh i-iya kak. Ke-kenapa ya?” jawabku terbata “Enggak apa-apa sih, kok sendiri?  Dara kemana? Bukannya dari dulu kamu selalu sama Dara?” suara lembut Regan sukses membuat jantungku berdegub kencang “Dia enggak masuk kak, enggak tau juga kenapa katanya sih lagi gak enak badan plus badmood” Regan hanya manggut-manggut “Kamu tau rumahnya kan? Nanti kita jenguk Dara ya? Habis makan siang aku tunggu kamu di parkiran” tanpa menenunggu persetujuanku. Regan berlalu meninggalkanku tapi sebelum Regan pergi, dia melempar senyum termanisnya ke arahku. Ini kali pertamanya Regan tersenyum ke arahku, senyum merekah di wajahku dan aku yakin sekarang wajahku telah memerah karena senang bercampur malu. 

Setelah makan siang aku pergi menuju parkiran, disana kulihat Regan yang tengah brsandar pada Sedan Hitamnya. “Hai, udah lama nunggu ya?” Sapaku berbasa-basi “Enggak kok, yuk kita langsung ke rumahnya Dara” Selama perjalanan, kami tidak banyak berbicara. Kalaupun kami mengobrol topiknya adalah Dara tapi tak masalah buatku selama aku masih dapat menobrol dengan Regan. Sesampainya di rumah Dara, kami di sambut oleh bi Iyem –pembantu Dara. “Bi, Dara ada?” tanyaku pada bi Iyem “Ada non, non Dara sedang istirahat di kamar. Langsung saja masuk ke kamarnya non Dara” Aku dan Regan berlalu menuju kamar Dara. Dara terlihat begitu kaget melihat aku datang bersama Regan “Halo Dara” Sapa Regan tapi Dara tak mengindahkan ucapan Regan dan menatap tajam ke arahku “Bukan aku yang mengajaknya tapi dia yang mengajakku kesini” ucapku
mengartikan tatapan tajam Dara. “Maaf kamarku berantakan” ujar Dara singkat. Setengah jam berlalu, Dara dan Regan masih sibuk mengobrol. Mereka larut dalam perbincangan seputar perbintangan, Dara memang sangat menyukai bintang dan sepertinya Regan juga. Sedangkan aku, yang ku tahu hanya lah bintang Sirius. Entah kenapa, dadaku terasa sakit melihat Dara dan Regan yang tengah asik mengobrol sedangkan aku hanya berdiam diri melihat mereka. Karena aku merasa jengah berada dalam situasi seperti ini, kuputuskan untuk berpamitan pulang.

Keesokan harinya di kampus, aku bertemu dengan Dara. Dara terlihat begitu bahagia, rona merah terlihat jelas dipipinya. “Kamu kenapa Ra?” tanyaku penasaran tapi Dara hanya senyum-senyum tak memperdulikan pertanyaanku “DARA!”seruku, Dara sedikit terlonjak karena kaget “Apaan sih Kinsa?” Dara masih mempertahankan senyum konyolnya itu “Kamu itu kenapa sih dari tadi senyum-senyum sendiri?” aku mulai sedikit kesal dengan tingkah Dara “Kepo yaa?” ledeknya “Nyebelin! Tau ah” kutinggalkan Dara yang masih cengar cengir sendiri “Kinsa, jangan marah dong. Tunggu aku” Selama mata kuliah berlangsung Dara hanya senyum-senyum sembari terus melihat layar ponselnya. Sebenernya nih bocah kenapa sih? Tingkahnya hari ini aneh banget? Batinku. “Pak, saya ijin kebelakang” Dara berjalan keluar kelas tapi ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja. Karena penasaran mulai menggerogotiku, ku raih ponsel Dara dan kulihat pesannya. Betapa terkejutnya aku saat kulihat ada nama Regan di ponsel Dara, banyak pesan-pesan mesra disana. Mereka jadian? Tapi kenapa Dara enggak cerita? Padahal Dara tahu aku suka sama Regan sejak SMA? Pikirku dalam hati. Mataku mulai memanas, air mata menyembul dari sudut mataku. Kuletakkan kembali ponsel Dara diposisi semula, setelah mata kuliah selesai aku akan bertanya langsung pada Dara soal kejadian tadi.
Mata kuliahpun selesai “Dara aku pengen ngomong sama kamu” ujarku serius “Ngomong apaan sih Sa? Kok serius amat” mata Dara masih tidak beranjak dari layar ponselnya “Aku cuma mau denger penjelasan dari kamu soal hubungan kamu sama Regan” Dara terlonjak karena kaget, matanya kini menatap kearahku “Kamu tau dari mana Sa?” kucoba tahan air mata agar tak menetes di depan Dara “Maaf aku lancang, tadi waktu kamu ke toilet aku buka-buka ponsel kamu. Aku cuma penasaran kenapa kamu hari ini senyam-senyum terus” kini aku tak dapat lagi menahan air mata yang meluncur deras “Maaf Sa tapi aku juga suka sama Regan dari SMA”ucapnya lirih, kini aku benar-benar menangis di depannya.

Sudah satu minggu aku tak nafsu makan, Dara mulai mncemaskan keadaanku. Dia merasa bersalah karena dialah penyebab aku seperti ini. “Sa, makan yuk? Kamu kayaknya lemes banget pasti belum makan” tawarnya “Enggak Ra, aku mau ke perpus aja. Kamu makan aja sama Regan” Aku berjalan meninggalkan Dara yang masih berdiam diri. Disaat seperti ini, perpus kampusku memang tempat yang paling pas untukku. Disudut terpencil perpustakaan ku mengahadap kesebuah taman. Jarang ada orang yang kesini karena letaknya yang terlalu memojok. “Hei, lagi ngapain disini?” suara seorang pria mengagetkanku “Eh, enggak lagi ngapa-ngapain kok” jawabku masih menatap kosong keluar jendela “Kamu Kinsa kan? Aku Radit, kamu mungkin gak kenal aku tapi aku tau kok siapa kamu. Aku sering liat kamu disini. Kamu suka tempat ini ya?” kini dia duduk di sampingku “Enggak begitu sih, kalau lagi kacau aja aku kesini” kupaksakan membuat sebuah senyuman “Senyum kamu gak enak, gak usah senyum kalau emang suasana hati lagi kacau” ucapannya membuatku terdiam, dia juga ikut terdiam. Gelembung kecanggungan terbentuk di antara kami. Kami saling diam dalam waktu yang lama. Diam yang aneh, diam yang menyimpan sejuta pertanyaan.

Hari demi hari berlalu, aku makin dekat dengan Radit. Radit dapat membuatku bertahan menghadapi semuanya. Megajariku mengikhlaskan sesuatu. “Sa, Nonton yuk? Ada film bagus nih?” Dara tiba-tiba saja berdiri di depan ku “Hih, kamu ngagetin aja deh. Iya deh, kamu sama Regan kan? Aku ngajak temen ya?” Dara manggut-manggut “Emang kamu mau ngajak siapa?” tanyanya dengan nada manja “Kepo yaa?” Candaku “Ih, nyebelin. Mau ngebales perbuatanku dulu? Eh nanti jam 4 sore ya” Aku hanya manggut-manggut dan pergi meninggalkannya “Oke sampai ketemu nanti” kulempar senyum termanisku pada Dara. Saat akan pulang, aku mengirim pesan singkat pada Radit

To : Radit
Dit, nanti temenin aku nonton yuk? Jam 4 sore. Aku enggak mau jadi kambing congek nih
Sepersekian menit ponselku bergetar
From : Radit
Oke siap, nanti aku jemput jam setengah 4.

Ku masukkan kembali ponselku ke dalam saku dan bergegas pulang ke rumah bersiap-siap. Jam menunjukkan pukul setengah 4 tapi Radit masih belum sampai di rumah ku. Padahal film di mulai pukul 4. Ku ambil ponsel dan saat akan menekan tombol panggil, bel rumahku berbunyi. Pasti Radit batinku. “Iya tunggu Dit” betapa terkejutnya aku saat aku melihat yang berdiri di depan pintu bukanlah Radit tapi Regan “Loh, kamu ngapain kesini? Kok gak jemput Dara?” tanyaku “Enggak, Dara tadi pergi bareng Radit. Kebetulan tadi mereka lagi ngerjain tugas, terus Radit nyuruh aku jemput kamu” Jelasnya “Oh” responku. Ku kunci pintu rumah dan berjalan mendahului Regan. Selama perjalanan kami tak saling bicara. Sejujurnya aku masih belum dapat melupakan Regan sepenuhnya tapi sekarang Regan telah bersama Dara-sahabatku sejak SMA-mau tak mau aku harus merelakannya. Aku dan Regan sampai 10 menit setelah film di mulai, untungnya Regan membawa 2 tiket yang telah dia beli bersama Dara. Beruhubung kami telat, tempat duduk kami bersebelahan sedangkan Dara bersebelahan dengan Radit. Selama Film di putar, aku sama sekali tidak mengikuti alur cerita film. Aku sibuk menenangkan diri, mengatur nafas dan degub jantungku yang berdebar saat berada di sebelah Regan. Hingga film berakhir aku masih saja tak dapat mengatur nafasku yang memburu. “Film nya tadi bagus banget ya. Kapan-kapan kita nonton bareng lagi dong berempat” ucap Dara memulai percakapan. “Eh Sa, kamu sama Radit habis ini mau kemana?” ku tatap Radit dan seolah mengerti apa yang ada difikiranku, Radit menjawab pertanyaan Dara “Kami mau pulang aja, sepertinya Kinsa lelah” Radit menggandeng tanganku dan berpamitan.

Aku dan Radit semakin dekat tapi masih belum ada ikatan yang jelas antara aku dan Radit. Dan disaat yang bersamaan, aku merasa Regan mulai mendekatiku. Entah untuk mencari tahu tentang Dara atau ada maksud lain. “Sa, kamu udah makan? Kok muka kamu pucat banget?” Regan mendekatiku dan menempelkan telapak tangannya di keningku “Badan kamu anget, makan dulu yuk? Abis itu aku anter kamu pulang. Kamu harus istirahat Sa” ucapan Regan membuatku muak, “Apa peduli kamu? Jangan peduliin aku. Pacar kamu kan Dara bukan aku!” ku tepis tangan Regan “Tapi Sa, kamu tu harus istirahat. Ayo, aku antar pulang sekarang” Emosiku mulai terpancing “Apasih mau kamu sebenernya? Gak usah sok perhatian gitu sama aku! Mau kamu itu apa? Kamu udah dapetin Dara terus kenapa sekarang kamu ngedeketin aku? Belum puas kamu nyakitin aku” emosiku meluap-luap “Maksud kamu apa? Aku nyakitin kamu” Ku tatap tajam Regan “Iya, kamu gak tau kan dari SMA aku udah suka sama kamu dan ternyata Dara juga suka sama kamu. Sekarang Dara udah bahagia bisa dapetin kamu, aku juga udah belajar buat ngikhlasin kamu sama Dara jadi aku mohon jangan sakitin Dara” saat aku hendak meninggalkan Regan, Regan menarik tangan ku dan memelukku “Aku juga sayang sama kamu Sa” tubuhku terasa lemas. Kakiku tak mampu lagi untuk menopang tubuh ini, di saat bersamaan kulihat Dara beridiri di depan pintu “Dara” ucapku lirih, ku dorong tubuh Regan menjauh dariku “Dara, aku bisa jelasin semuanya. Aku sama Regan gak ada hubungan apa-apa” Air mataku mulai mengalir, ketakutan mulai menjalar kesekujur tubuhku. Aku takut Dara membenciku tapi Dara hanya tersenyum, melangkah masuk sembari menggandeng seseorang. Seseorang yang sangat ku kenal siapa dia-Radit “Aku tau kok Sa, aku sama Regan cuma pura-pura pacaran. Regan pengen kamu jujur sama dia kalau kamu suka sama dia. Awalnya aku gak setuju karena jujur aku juga suka sama Regan tapi aku ketemu Radit, dia yang selama ini denger segala keluh kesahku. Hingga akhirnya aku berbalik suka sama Radit. Jadi tenang aja, aku enggak marah kok kalau kamu jadian sama Regan” Jelas Dara, tubuhku semakin lemas. Aku merasa seperti keledai, di bohongi semua oreang termasuk sahabatku sendiri tapi jujur, aku merasa bahagia karena akhirnya aku tau bagaimana perasaan Regan sebenarnya. Mungkin seharusnya dari awal aku jujur tentang perasaanku. Perasaanku pada Regan “Kalian jahat, tega banget bohongin aku” Air mataku kembali tumpah “Maaf ya Sa, ini semua ide Regan” ucap Radit “Sekarang pas kan, aku sama Radit dan kamu sama Regan” aku hanya tersenyum. Kini aku berhenti menjadi Secret Admirer, memang jujur pada peraaan sendiri itu lebih baik ketimbang diam-diam menjadi Secret Admirer..


~The End~

0 komentar:

Posting Komentar