
Terdengar suara alarm
berdering dari ponselku. Menarikku kembali menjalani dunia nyata yang
menjemukan. Aku meraba meja belajar yang terletak di sisi ranjangku, berusaha
menemukan ponsel dan mematikan alarm. “hoaaaamm, jam 5 ternyata” dengan cekatan
aku menuju kamar mandi untuk berwudhu dan menunaikan ibadan sholat Subuh. Setiap
pagi setelah aku beribadah aku selalu memandang keluar jendela, menghirup udara
pagi dan senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Tuhan berikan padaku. Terima kasih Tuhan, kau masih memberiku
kesempatan untuk menikmati sejuknya udara pagi ini. Menikmati setiap hembusan
nafas yang ku hirup pagi ini. Aku Zakinsa Faranita, anak pertama dari dua
bersaudara. Tinggal dari keluarga yang sederhana.adikku Salsabila Intan yang
kini duduk dikelas 4 sekolah dasar disalah satu Sekolah Dasar yang favorit di
kota kelahiran Ayahku ini. Lagu Maroon 5
Payphone mengalun dari speaker ponselku, ku ambil ponsel ku dan ku lihat nama
yang tertera di layar ponsel “Dina” ku angkat telephone tersebut “halo..”
“Kinsa, nanti jangan lupa dibawa buku catetanku ya!!”, “iyaa aku nggak lupa
kok..” “oke sip! daaa”, “daaa” kututup telephone dari Dina. Begitulah rutinitasku
saat ini. Semuanya menjadi rutinitan yang membosankan tanpa ada semangat untuk
kuliah disalah satu Universitas yang terbaik di salah satu kota kelahiran
ayahku ini.
“hoaaam
jam berapa sih ini?” dengan mata setengah mengantuk ku ambil ponsel yang berada
disisi ranjangku. kubuka slide ponsel dan tertera 08:45. Dilayar ponsel ku tercantum
Dara, sahabatku sejak SMA.
From
: Dara
Kinsa,
hari ini ada mata kuliah jam 10.00. Maaf aku gak bisa dateng, lagi gak enak
badan nih. Tapi enggak pure gak enak
badan sih, agak badmood kuliah.
Absenin ya?
Apa-apaan
Dara, masak suruh ngabsenin? Untung aja dia sahabatku kalau enggak aku gak akan
pernah mau di suruh ngisi absensinya. Rutukku dalam hati.
Aku
bergegas mandi dan bersiap-siap berangkat kuliah, perjalanan dari rumah menuju
Kampus memakan waktu sekitar 20 menit jika jalanan tidak macet tapi saat sedang
macet akan memakan waktu lebih dari 30 menit. Sesampainya di kampus tanpa
sengaja aku bertemu Regan, kakak kelasku sewaktu SMA yang kini juga menjadi
kakak tingkatu di kampus sekaligus menjadi cinta pertamaku. Sejak kelas X SMA
aku mengagumi sosok Regan tapi tak pernah berani mengungkapkannya bahkan untuk
sekedar menyapa pun aku tak berani “Hei kamu Kinsa kan?” Sapa Regan, membuat
ritme jantungku tak keruan “Kok diem? Kamu Kinsa kan? Adek kelasku waktu SMA?”
ucap Regan membuyarkan imajinasiku “Eh i-iya kak. Ke-kenapa ya?” jawabku
terbata “Enggak apa-apa sih, kok sendiri? Dara kemana? Bukannya dari dulu kamu selalu
sama Dara?” suara lembut Regan sukses membuat jantungku berdegub kencang “Dia
enggak masuk kak, enggak tau juga kenapa katanya sih lagi gak enak badan plus badmood” Regan hanya
manggut-manggut “Kamu tau rumahnya kan? Nanti kita jenguk Dara ya? Habis makan
siang aku tunggu kamu di parkiran” tanpa menenunggu persetujuanku. Regan
berlalu meninggalkanku tapi sebelum Regan pergi, dia melempar senyum
termanisnya ke arahku. Ini kali pertamanya Regan tersenyum ke arahku, senyum
merekah di wajahku dan aku yakin sekarang wajahku telah memerah karena senang
bercampur malu.
Setelah
makan siang aku pergi menuju parkiran, disana kulihat Regan yang tengah
brsandar pada Sedan Hitamnya. “Hai, udah lama nunggu ya?” Sapaku berbasa-basi
“Enggak kok, yuk kita langsung ke rumahnya Dara” Selama perjalanan, kami tidak
banyak berbicara. Kalaupun kami mengobrol topiknya adalah Dara tapi tak masalah
buatku selama aku masih dapat menobrol dengan Regan. Sesampainya di rumah Dara,
kami di sambut oleh bi Iyem –pembantu Dara. “Bi, Dara ada?” tanyaku pada bi
Iyem “Ada non, non Dara sedang istirahat di kamar. Langsung saja masuk ke
kamarnya non Dara” Aku dan Regan berlalu menuju kamar Dara. Dara terlihat
begitu kaget melihat aku datang bersama Regan “Halo Dara” Sapa Regan tapi Dara
tak mengindahkan ucapan Regan dan menatap tajam ke arahku “Bukan aku yang
mengajaknya tapi dia yang mengajakku kesini” ucapku
mengartikan tatapan tajam
Dara. “Maaf kamarku berantakan” ujar Dara singkat. Setengah jam berlalu, Dara
dan Regan masih sibuk mengobrol. Mereka larut dalam perbincangan seputar
perbintangan, Dara memang sangat menyukai bintang dan sepertinya Regan juga.
Sedangkan aku, yang ku tahu hanya lah bintang Sirius. Entah kenapa, dadaku
terasa sakit melihat Dara dan Regan yang tengah asik mengobrol sedangkan aku
hanya berdiam diri melihat mereka. Karena aku merasa jengah berada dalam
situasi seperti ini, kuputuskan untuk berpamitan pulang.
Keesokan
harinya di kampus, aku bertemu dengan Dara. Dara terlihat begitu bahagia, rona
merah terlihat jelas dipipinya. “Kamu kenapa Ra?” tanyaku penasaran tapi Dara
hanya senyum-senyum tak memperdulikan pertanyaanku “DARA!”seruku, Dara sedikit
terlonjak karena kaget “Apaan sih Kinsa?” Dara masih mempertahankan senyum
konyolnya itu “Kamu itu kenapa sih dari tadi senyum-senyum sendiri?” aku mulai
sedikit kesal dengan tingkah Dara “Kepo yaa?” ledeknya “Nyebelin! Tau ah”
kutinggalkan Dara yang masih cengar cengir sendiri “Kinsa, jangan marah dong.
Tunggu aku” Selama mata kuliah berlangsung Dara hanya senyum-senyum sembari
terus melihat layar ponselnya. Sebenernya nih bocah kenapa sih? Tingkahnya hari
ini aneh banget? Batinku. “Pak, saya ijin kebelakang” Dara berjalan keluar
kelas tapi ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja. Karena penasaran
mulai menggerogotiku, ku raih ponsel Dara dan kulihat pesannya. Betapa
terkejutnya aku saat kulihat ada nama Regan di ponsel Dara, banyak pesan-pesan
mesra disana. Mereka jadian? Tapi kenapa Dara enggak cerita? Padahal Dara tahu
aku suka sama Regan sejak SMA? Pikirku dalam hati. Mataku mulai memanas, air
mata menyembul dari sudut mataku. Kuletakkan kembali ponsel Dara diposisi
semula, setelah mata kuliah selesai aku akan bertanya langsung pada Dara soal
kejadian tadi.
Mata
kuliahpun selesai “Dara aku pengen ngomong sama kamu” ujarku serius “Ngomong
apaan sih Sa? Kok serius amat” mata Dara masih tidak beranjak dari layar
ponselnya “Aku cuma mau denger penjelasan dari kamu soal hubungan kamu sama
Regan” Dara terlonjak karena kaget, matanya kini menatap kearahku “Kamu tau
dari mana Sa?” kucoba tahan air mata agar tak menetes di depan Dara “Maaf aku
lancang, tadi waktu kamu ke toilet aku buka-buka ponsel kamu. Aku cuma penasaran
kenapa kamu hari ini senyam-senyum terus” kini aku tak dapat lagi menahan air
mata yang meluncur deras “Maaf Sa tapi aku juga suka sama Regan dari
SMA”ucapnya lirih, kini aku benar-benar menangis di depannya.
Sudah
satu minggu aku tak nafsu makan, Dara mulai mncemaskan keadaanku. Dia merasa
bersalah karena dialah penyebab aku seperti ini. “Sa, makan yuk? Kamu kayaknya
lemes banget pasti belum makan” tawarnya “Enggak Ra, aku mau ke perpus aja.
Kamu makan aja sama Regan” Aku berjalan meninggalkan Dara yang masih berdiam
diri. Disaat seperti ini, perpus kampusku memang tempat yang paling pas
untukku. Disudut terpencil perpustakaan ku mengahadap kesebuah taman. Jarang
ada orang yang kesini karena letaknya yang terlalu memojok. “Hei, lagi ngapain
disini?” suara seorang pria mengagetkanku “Eh, enggak lagi ngapa-ngapain kok”
jawabku masih menatap kosong keluar jendela “Kamu Kinsa kan? Aku Radit, kamu
mungkin gak kenal aku tapi aku tau kok siapa kamu. Aku sering liat kamu disini.
Kamu suka tempat ini ya?” kini dia duduk di sampingku “Enggak begitu sih, kalau
lagi kacau aja aku kesini” kupaksakan membuat sebuah senyuman “Senyum kamu gak
enak, gak usah senyum kalau emang suasana hati lagi kacau” ucapannya membuatku
terdiam, dia juga ikut terdiam. Gelembung kecanggungan terbentuk di antara
kami. Kami saling diam dalam waktu yang lama. Diam yang aneh, diam yang
menyimpan sejuta pertanyaan.
Hari
demi hari berlalu, aku makin dekat dengan Radit. Radit dapat membuatku bertahan
menghadapi semuanya. Megajariku mengikhlaskan sesuatu. “Sa, Nonton yuk? Ada
film bagus nih?” Dara tiba-tiba saja berdiri di depan ku “Hih, kamu ngagetin
aja deh. Iya deh, kamu sama Regan kan? Aku ngajak temen ya?” Dara
manggut-manggut “Emang kamu mau ngajak siapa?” tanyanya dengan nada manja “Kepo
yaa?” Candaku “Ih, nyebelin. Mau ngebales perbuatanku dulu? Eh nanti jam 4 sore
ya” Aku hanya manggut-manggut dan pergi meninggalkannya “Oke sampai ketemu
nanti” kulempar senyum termanisku pada Dara. Saat akan pulang, aku mengirim
pesan singkat pada Radit
To
: Radit
Dit,
nanti temenin aku nonton yuk? Jam 4 sore. Aku enggak mau jadi kambing congek
nih
Sepersekian
menit ponselku bergetar
From
: Radit
Oke
siap, nanti aku jemput jam setengah 4.
Ku masukkan
kembali ponselku ke dalam saku dan bergegas pulang ke rumah bersiap-siap. Jam
menunjukkan pukul setengah 4 tapi Radit masih belum sampai di rumah ku. Padahal
film di mulai pukul 4. Ku ambil ponsel dan saat akan menekan tombol panggil,
bel rumahku berbunyi. Pasti Radit batinku. “Iya tunggu Dit” betapa terkejutnya
aku saat aku melihat yang berdiri di depan pintu bukanlah Radit tapi Regan “Loh,
kamu ngapain kesini? Kok gak jemput Dara?” tanyaku “Enggak, Dara tadi pergi
bareng Radit. Kebetulan tadi mereka lagi ngerjain tugas, terus Radit nyuruh aku
jemput kamu” Jelasnya “Oh” responku. Ku kunci pintu rumah dan berjalan
mendahului Regan. Selama perjalanan kami tak saling bicara. Sejujurnya aku
masih belum dapat melupakan Regan sepenuhnya tapi sekarang Regan telah bersama
Dara-sahabatku sejak SMA-mau tak mau aku harus merelakannya. Aku dan Regan
sampai 10 menit setelah film di mulai, untungnya Regan membawa 2 tiket yang
telah dia beli bersama Dara. Beruhubung kami telat, tempat duduk kami
bersebelahan sedangkan Dara bersebelahan dengan Radit. Selama Film di putar, aku
sama sekali tidak mengikuti alur cerita film. Aku sibuk menenangkan diri,
mengatur nafas dan degub jantungku yang berdebar saat berada di sebelah Regan.
Hingga film berakhir aku masih saja tak dapat mengatur nafasku yang memburu.
“Film nya tadi bagus banget ya. Kapan-kapan kita nonton bareng lagi dong
berempat” ucap Dara memulai percakapan. “Eh Sa, kamu sama Radit habis ini mau
kemana?” ku tatap Radit dan seolah mengerti apa yang ada difikiranku, Radit
menjawab pertanyaan Dara “Kami mau pulang aja, sepertinya Kinsa lelah” Radit
menggandeng tanganku dan berpamitan.
Aku dan Radit
semakin dekat tapi masih belum ada ikatan yang jelas antara aku dan Radit. Dan
disaat yang bersamaan, aku merasa Regan mulai mendekatiku. Entah untuk mencari
tahu tentang Dara atau ada maksud lain. “Sa, kamu udah makan? Kok muka kamu pucat
banget?” Regan mendekatiku dan menempelkan telapak tangannya di keningku “Badan
kamu anget, makan dulu yuk? Abis itu aku anter kamu pulang. Kamu harus
istirahat Sa” ucapan Regan membuatku muak, “Apa peduli kamu? Jangan peduliin
aku. Pacar kamu kan Dara bukan aku!” ku tepis tangan Regan “Tapi Sa, kamu tu
harus istirahat. Ayo, aku antar pulang sekarang” Emosiku mulai terpancing
“Apasih mau kamu sebenernya? Gak usah sok perhatian gitu sama aku! Mau kamu itu
apa? Kamu udah dapetin Dara terus kenapa sekarang kamu ngedeketin aku? Belum
puas kamu nyakitin aku” emosiku meluap-luap “Maksud kamu apa? Aku nyakitin
kamu” Ku tatap tajam Regan “Iya, kamu gak tau kan dari SMA aku udah suka sama
kamu dan ternyata Dara juga suka sama kamu. Sekarang Dara udah bahagia bisa
dapetin kamu, aku juga udah belajar buat ngikhlasin kamu sama Dara jadi aku
mohon jangan sakitin Dara” saat aku hendak meninggalkan Regan, Regan menarik
tangan ku dan memelukku “Aku juga sayang sama kamu Sa” tubuhku terasa lemas.
Kakiku tak mampu lagi untuk menopang tubuh ini, di saat bersamaan kulihat Dara
beridiri di depan pintu “Dara” ucapku lirih, ku dorong tubuh Regan menjauh
dariku “Dara, aku bisa jelasin semuanya. Aku sama Regan gak ada hubungan
apa-apa” Air mataku mulai mengalir, ketakutan mulai menjalar kesekujur tubuhku.
Aku takut Dara membenciku tapi Dara hanya tersenyum, melangkah masuk sembari
menggandeng seseorang. Seseorang yang sangat ku kenal siapa dia-Radit “Aku tau
kok Sa, aku sama Regan cuma pura-pura pacaran. Regan pengen kamu jujur sama dia
kalau kamu suka sama dia. Awalnya aku gak setuju karena jujur aku juga suka
sama Regan tapi aku ketemu Radit, dia yang selama ini denger segala keluh
kesahku. Hingga akhirnya aku berbalik suka sama Radit. Jadi tenang aja, aku
enggak marah kok kalau kamu jadian sama Regan” Jelas Dara, tubuhku semakin
lemas. Aku merasa seperti keledai, di bohongi semua oreang termasuk sahabatku
sendiri tapi jujur, aku merasa bahagia karena akhirnya aku tau bagaimana
perasaan Regan sebenarnya. Mungkin seharusnya dari awal aku jujur tentang
perasaanku. Perasaanku pada Regan “Kalian jahat, tega banget bohongin aku” Air
mataku kembali tumpah “Maaf ya Sa, ini semua ide Regan” ucap Radit “Sekarang
pas kan, aku sama Radit dan kamu sama Regan” aku hanya tersenyum. Kini aku
berhenti menjadi Secret Admirer, memang jujur pada peraaan sendiri itu lebih
baik ketimbang diam-diam menjadi Secret Admirer..
~The End~
0 komentar:
Posting Komentar